Presiden Joko Widodo memberikan pidato perdananya di hadapan 19 pemimpin negara maju dan Uni Eropa dalam lembaga G-20. Jokowi bicara soal reformasi birokrasi dan banyak sekali aktivitas prioritasnya ke depan.
Seperti yang dikutip Nusamania.com dari detik, Pidato Jokowi berlangsung selama 6 menit dalam rapat pleno yang tertutup untuk media, Sabtu (15/11/2014) di BCEC, Brisbane, Australia. Jokowi didampingi oleh Mahendra Siregar selaku pemangku kepentingan dalam lembaga tersebut. (Baca: Di G20, Jokowi Kaprikornus Perhatian)
Berikut pidato lengkapnya menyerupai yang disampaikan transkripnya oleh Mahendra dan Seskab Andi Widjajanto:
Bapak Pimpinan Sidang,
Saya gres memulai kiprah menjadi Presiden Indonesia kurang dari satu bulan lalu. Keikutsertaan saya yang pertama dalam lembaga Leaders G20 ini ingin saya manfaatkan untuk memperkenalkan diri, sekaligus menyebarkan pengalaman dan visi kami wacana langkah-langkah reformasi untuk mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Tahun 2005, saya pertama kali memasuki dunia politik ketika terpilih pribadi sebagai Walikota Solo di Jawa Tengah yang berpenduduk 560 ribu jiwa. Solo merupakan kota sejarah, namun ketika itu kurang tertib, agak kumuh, dan rendah pendapatan daerahnya.
Untuk menertibkan dan memperbaiki prasarana kota, saya membutuhkan dana yang besar. Karenanya, yang saya lakukan yaitu mentargetkan kenaikan penerimaan tempat melalui perbaikan sistem pelayanan dan pembayaran pajak.
Untuk pajak daerah, saya mengubah metode pembayaran dari cara manual ke sistem online disertai dengan peningkatan pelayanan perpajakan yang lebih transparan dan akuntabel. Hasilnya yaitu proses yang bersih, cepat, serta dipercaya masyarakat. Dalam kurun waktu empat tahun, Pendapatan Asli Daerah meningkat hingga 80 persen.
Kemudian untuk menertibkan kota, saya mengundang para pedagang yang sebelumnya kurang tertib berdagang di pasar tumpah. Saya membujuk dan meyakinkan mereka untuk pindah ke tempat gres yang lebih bersih, nyaman, rapi dan manusiawi. Untuk itu, saya melaksanakan obrolan dan sosialisasi hingga lebih dari 50 kali. Hasilnya para pedagang tersebut bukan saja secara sukarela bersedia pindah, bahkan kepindahan mereka dirayakan menyerupai layaknya suatu pawai atau perayaan.
Reformasi lain yang saya lakukan yaitu membangun unit pelayanan perijinan satu pintu untuk ijin mendirikan perjuangan dan seluruh perijinan yang terkait dengan itu. Saya memutuskan berapa hari seluruh ijin harus diselesaikan oleh unit itu, dan tanpa biaya.
Pendekatan serupa saya lakukan ketika terpilih menjadi Gubernur Ibu Kota Jakarta pada tahun 2012. Sebagai sebuah kota kosmopolitan yang berpenduduk 12 juta jiwa ini, taktik pemerintahan saya yaitu me-revitalisasi sektor-sektor strategis yang berdampak luas kepada peningkatan kehidupan kota dan ekonomi masyarakatnya, antara lain sektor transportasi umum, penanggulangan banjir, perbaikan pasar tradisional, pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi masyarakat miskin.
Salah satu aktivitas pertama yang saya lakukan yaitu memperkuat kualitas birokrasi. Saya harus mewujudkan pemerintahan yang berorientasi kepada “melayani masyarakat”, bukan “memerintah”. Oleh karenanya, saya memperbaiki sistem promosi pejabat tempat melalui merit-based. Saya terapkan sistem lelang terbuka untuk 311 jabatan lurah dan camat, sehingga hanya mereka yang mempunyai kompetensi dan dipercaya oleh masyarakat yang terpilih menduduki posisi-posisi tersebut. Tidak ada lagi lurah yang ditunjuk alasannya latar belakang agama, etnis, atau suku. Mereka semua dipilih alasannya kompetensi dan akidah masyarakat.
Berbekal pengalaman dari Solo, saya juga memperbaiki sistim pembayaran pajak tempat di DKI Jakarta dengan memperkenalkan sistim online. Hasilnya, penerimaan pajak tempat meningkat sebesar 50 persen dalam waktu satu tahun.
Melalui sistem on-line ini, saya juga mengidentifikasi secara cepat sektor-sektor potensial yang sanggup saya sasaran penerimaan pajaknya akan lebih tinggi di masa depan.
Saya juga bentuk one-stop-service perijinan daerah, untuk menciptakan proses berjalan sederhana, murah, dan singkat, serta transparan. Ini upaya pemerintah saya untuk meningkatkan 'ease of doing business' di Jakarta, yang simpel merupakan lebih dari 50 persen perijinan nasional berada.
Keberhasilan yang saya capai ketika memimpin kedua kota tersebut, Solo dan Jakarta, bukanlah alasannya saya membawa sebuah sistem pemerintahan baru. Saya hanya memperkenalkan pendekatan obrolan dari hati ke hati pribadi kepada masyarakat, yang disebut 'blusukan'. Dengan cara itu, saya memperoleh masukan yang bukan saja sesuai dengan impian masyarakat, namun juga menghasilkan sistem dan perbaikan sistem yang lebih efisien, transparan dan akuntabel dengan memaksimalkan potensi yang ada.
Kini, pengalaman melaksanakan reformasi sebagai Walikota Solo dan Gubernur Jakarta tersebut akan saya bawa dan kembangkan pada tingkat nasional.
Pertama kali yang saya lakukan sebelum membentuk Kabinet Kerja yang gres berusia 3 ahad itu yaitu memperlihatkan daftar calon menteri itu kepada Komite Penanggulangan Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memperoleh penjelasan bahwa tidak ada di antara mereka yang terindikasi atau mempunyai kaitan dengan kasus yang sedang atau akan ditangani KPK. Pendekatan itu saya harapkan sanggup menjaga akidah rakyat Indonesia yang sudah begitu baik dan semangatnya memperlihatkan mandat besar kepada saya memimpin mereka 5 tahun ke depan.
Dengan bekal pengalaman refomasi itu, ke depannya, saya ingin membangun demokrasi politik yang akuntabel dan dipercaya rakyat, bukan yang ditentukan dan mementingkan kelompok elit politik. Sehingga, Indonesia yang ketika ini menjadi negara demokrasi pribadi terbesar di dunia yang dibuktikan dengan 71 juta pemilih pribadi yang mendukung saya dan Wapres Jusuf Kalla, akan bisa menghasilkan pertumbuhan dan pembangunan yang didambakan masyarakat.
Beberapa aktivitas prioritas yang akan saya lakukan adalah:
Pertama, peningkatan daya saing nasional melalui proses penyederhanaan perijinan investasi dan membentuk layanan one-stop-service nasional. Enam bulan dari sekarang, Indonesia akan mempunyai sistem perijinan investasi yang terintegrasi dan bisa diakses online.
Kedua, di bidang pajak, saya ingin meningkatkan tax ratio terhadap GDP menjadi 16 persen, dari kini yang masih di bawah 13 persen. Dengan perbaikan sistem perpajakan, termasuk transparansi dan sistem IT, saya optimis angka ini akan meningkat.
Ketiga, saya ingin mengurangi beban subsidi materi bakar minyak dan memindahkan alokasi subsidi tersebut untuk pembiayaan infrastruktur, yaitu pembangunan jalan, pelabuhan bahari dan bandara; serta mendukung aktivitas kesejahteraan rakyat.
Keempat, saya ingin lebih banyak membangun infrastruktur sosial, yaitu pembangunan kualitas 'manusia'nya. Sebagai tahap awal, saya sudah meluncurkan tiga aktivitas kesejahteraan yaitu: Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Keluarga Sejahtera, yang akan menjadi jaminan layanan gratis untuk masyarakat miskin di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Dengan membangun sumber daya insan yang baik, maka akan tercipta produktivitas dan daya saing nasional yang lebih tinggi.
Berbagai upaya ini akan kami laksanakan secara simultan. Ini merupakan cara kami untuk mengatasi dan menghindari ‘middle income country trap’, serta pemberantasan korupsi yang menjadi momok pembangunan Indonesia.
Di tengah-tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia beberapa tahun ini, Indonesia selama 8 tahun terakhir tumbuh rata-rata 5,8 persen. Hal itu dicapai dengan mengandalkan pertumbuhan kelompok berpendapatan menengah, yang jumlahnya sekitar 25 persen dari populasi. Agenda prioritas yang saya jalankan bukan saja akan menjaga pertumbuhan kelompok berpendapatan menengah itu, tapi justru menimbulkan kelompok lainnya yang lebih besar lagi, yaitu kelompok menengah bawah dan kelompok berpendapatan rendah sebagai pilar pertumbuhan Indonesia yang akan lebih besar lagi ke depan. Pola pertumbuhan yang menyeluruh dan bertumpu kepada kelompok-kelompok yang selama ini belum mempunyai susukan yang cukup terhadap pembangunan, saya pandang sejalan dengan tujuan kita bersama negara-negara G20, yaitu pertumbuhan yang kuat, berkelanjutatan, seimbang dan inklusif. Itu yaitu tunjangan Indonesia 5 tahun ke depan memulihkan perekonomiannya, dan pada gilirannya bantuan bagi pertumbuhan ekonomi global.
Terima kasih